HAK CIPTA DAN PENYEBARAN PENGETAHUAN
Diao
Ai Lien
Dosen
Fakultas Hukum Unika Atma Jaya Jakarta
Posting 3
1. HAK CIPTA DIREDUKSI MENJADI MORAL
Yang dimaksud dengan pernyataan tersebut di
atas adalah pemberlakuan hak cipta hanya sebatas hak moralnya. Dengan demikian
siapa pun bisa mereproduksi, mengalihmediakan, dan menyebarkan suatu karya
ilmiah, sepanjang bukan untuk tujuan komersial. Dengan demikian, jalur
penyebaran informasi bisa lebih dipersingkat dengan memindahkan kendali
penyebaran karya ilmiah dari penerbit ke penulis dan masyarakat, dan mengurangi
proses publikasi yang lama dan biaya yang mahal. Monopoli hak cipta pun
terhindari. Hak cipta jenis ini sudah diberlakukan oleh gerakan Open Access
(OA). Definisi OA
menurut Budapest Open Access Initiative dan
Public Library of Science adalah:
“the free
availability of literature on the public Internet, permitting any users to
read, download, copy, distribute, print, search, or link to the full texts of
these articles, crawl them for indexing, pass them as data to software, or use
them for any other lawful purpose, without financial, legal, or technical
barriers other than those inseparable from gaining access to the internet
itself.” (Birdsall, 2005)
Di dalam konsep OA tersebut terkandung
copyleft, yaitu sekumpulan lisensi yang diberikan pada setiap orang yang
memiliki kopi suatu karya ilmiah untuk menjamin agar orang tersebut dapat
menjalankan hak ekonomi atas karya tersebut (menggandakan, menyebarluaskan,
memodifikasi) dengan syarat karya tersebut dan turunannya disebarkan dengan
lisensi yang sama.
Dalam skenario ini, OA dan copyleft
diberlakukan tidak hanya untuk dokumen elektronik, tetapi juga tercetak. Dengan cara demikian, hak cipta tidak
hanya menguntungkan segelintir orang (terutama penerbit yang justru tidak turut
dalam penciptaan) dan mengabaikan kontribusi banyak orang terhadap penciptaan
suatu karya.
Untuk mengurangi ketergantungan pada
penerbit, peraturan mengenai penilaian dosen dan peneliti juga harus diubah,
terutama dalam hal keharusan untuk menerbitkan dalam jurnal terakreditisasi
dan/atau peer-reviewed. Kegiatan peer-review itu sendiri sebetulnya
sudah bisa dilakukan di lembaga tempat dosen atau peneliti bekerja ataupun
secara informal melalui rekan-rekan di milis.
Dalam hal penerbit masih diperlukan
untuk penyebaran dan menjamin dokumentasi, pemerintah perlu membuat peraturan
agar penerbitan dikelola oleh lembaga not-for profit yang tidak
diperbolehkan mengambil keuntungan yang tidak wajar dari usaha penerbitannya
sehingga menghambat penyebaran pengetahuan ilmiah. Dalam menentukan harga jual,
penerbit harus mendasarkan penghitungannya lebih pada biaya daripada
keuntungan. Penerbit harus transparan dalam hal melaporkan pengelolaan biaya
produksi, serta menentukan harga jual yang tidak melebihi batas yang ditentukan
pemerintah.
2. HAK CIPTA DIBERLAKUKAN SECARA UTUH
TETAPI TIDAK EKSKLUSIF
Dalam hal ini, hak cipta tetap
mengandung hak ekonomi dan hak moral. Namun siapapun yang memegangnya (penulis
maupun penerbit), hak cipta (terutama hak ekonominya) tersebut tidak berlaku
eksklusif dan dapat digunakan oleh siapa saja yang mempunyai dokumen yang
bersangkutan, sepanjang tidak untuk tujuan komersial.
Dengan demikian, meskipun hak cipta
sudah diserahkan ke penerbit, penulis bisa dengan leluasa memberikan hak
ciptanya ke pihak lain lagi dengan atau tanpa royalti. Penulis juga bisa dengan
bebas mereproduksi, mengalihmediakan, dan mendistribusikan karyanya, di mana
saja dan kapan saja. Penulis dapat menerbitkan karya yang sama di lebih dari
satu media sepanjang media-media tersebut tidak berkeberatan mengenai hal ini,
dan situasi ini dinyatakan dengan jelas di dalam publikasinya. Konsumen juga
bisa memilih antara mendapatkan akses suatu karya melalui penerbit atau penulis
atau melalui cara lain (misalnya dengan memfotokopi dari perpustakaan atau
rekan sekerja). Dengan demikian tidak akan ada lagi monopoli hak cipta.
3. HAK CIPTA DIBERLAKUKAN SECARA UTUH DAN
EKSKLUSIF TETAPI DALAM JANGKA WAKTU YANG TERBATAS
Yang dimaksudkan dengan hal ini
adalah, hak cipta tetap mengandung hak ekonomi dan hak moral, dan berlaku
eksklusif bagi pemegangnya, namun jangka waktu berlaku hak ekonominya hanya 1-2
tahun (tergantung sejauh mana perkembangan pengetahuan akan ’dihambat’ demi
pengumpulan keuntungan ekonomi). Sesudah jangka waktu tersebut berlalu, maka
hak cipta utuh namun tidak eksklusif yang berlaku (lihat no. 2). Dengan
perkataan lain, monopoli hak cipta hanya terjadi dalam waktu yang sangat
terbatas.
4. PILIHAN
DISERAHKAN PADA PEMILIK HAK CIPTA
Negara atau komunitas yang memilih
pengaturan hak cipta jenis ini, membiarkan para pelaku komunikasi ilmiah
memilih sendiri di antara 3 pilihan tersebut di atas. Tugas pemerintah adalah
menyediakan aturan permainannya. Pilihan apa pun yang diambil harus dengan
tujuan untuk meningkatkan kecepatan perkembangan dan mutu ilmu pengetahuan yang
bersangkutan.
III.
RANGKUMAN
Hak cipta berpotensi menimbulkan
masalah dalam pengembangan pengetahuan karena nature dari hak cipta itu
sendiri. Potensi tersebut semakin besar karena dalam konteks pengetahuan
ilmiah, produsen dan konsumen pengetahuan adalah orang yang sama. Di samping itu,
karena tidak ada karya ilmiah yang tingkat keorisinilannya 100%, maka monopoli
hak cipta oleh penulis patut dipertanyakan kelayakannya.
Untuk mengatasi atau meminimalkan
dampak negatif hak cipta terhadap penyebaran dan pemanfaatan pengetahuan
ilmiah; suatu komunitas, negara, atau masyarakat internasional perlu memikirkan
beberapa skenario penerapan hak cipta. Skenario apa pun yang dipilih, harus
didasarkan pada pertimbangan ‘untuk kemajuan ilmu pengetahuan’, dilihat dari
sisi pengarang yang hidup hari ini maupun yang akan datang, ”... ensuring
the ’progress’ of knowledge and culture requires consideration not only
of the rights and rewards of today’s author but also of the freedom of
tomorrow’s author to continue the process.”11, dan juga
dari sisi pihak lainnya (penerbit, perpustakaan, toko buku, pengguna, peers,
dsb.) yang juga mempunyai peranan penting dalam komunikasi ilmiah.
(Endnotes)
1. Chairul Anwar, Hak cipta: pelanggaran hak
cipta dan perundang-undangan terbaru hak cipta indonesia, Jakarta,
Novindo Pustaka Mandiri, 1999..
2. J.W. Houghton, C. Steele, C., dan M. Henty, Changing
research practices in the digital information and communication
environment, 2003. Ditelusuri dari http://www.dest.gov.au/sectors/research_sector/publications_resources/other_
publications/changing_research_practices.htm
pada tanggal 1 April 2006.
3. M. Nentwich, (Re-) de-commodification in
academic knowledge distribution?
4. Paper for the 5th ESA Conference,
SSTNET session 4 on “Commodification of Knowledge”, 28/8-1/9 2001, Helsinki
University, hlm. 4-5.
5. Edward Oyston (ed.), Centered on learning:
academic case studies on learning centre development, Aldershot,
Ashgate, 2003, hlm. iv.
6. M. Nentwich, (Re-) de-commodification in
academic knowledge distribution … opcit hlm.3.
7. D.K. Sahu, N.J. Gogtay, dan S.B. Bavdekar, Effect
of open access on citation rates for a small biomedical journal., 2005.
Paper presented in the Fifth International Congress on Peer Review and
Biomedical Publication, 16-18 September 2005, Chicago, USA. Ditelusuri dari http://openmed.nic.in/1174/ pada tanggal 1 April
2006. hlm. 1.
8. Ibid A.L. Durham, Brigham Young University
Law Review, vol. 2004, iss.1, 69 hlm
9. W.F.. Birdsall,
Towards an
integrated knowledge ecosystem: a canadian research strategy, 2005. A report submitted to the Canadian Association of Research
Libraries / L'Association des bibliothèques de recherche du Canada (CARL/ABRC).
Ditelusuri pada tanggal 11 April 2006 dari http://www.carl-abrc.ca/projects/kdstudy/public_html/results.html. hlm.11.
10.
Wikipedia.
Ditelusuri dari http://en.wikipedia.org/wiki/Copyleft pada
tangal 21 Desember 2004.
11.
A.L. Durham, Brigham
Young University Law Review … opcit
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, C. (1999).
Hak cipta: pelanggaran hak cipta dan perundang-undangan
terbaru hak cipta indonesia. Jakarta:
Novindo Pustaka Mandiri.
Birdsall, W.F. (2005). Towards an integrated knowledge ecosystem: a canadian research strategy. A report
submitted to the Canadian Association of Research Libraries / L'Association des bibliothèques de
recherche du Canada (CARL/ABRC). Ditelusuri pada tanggal 11 April 2006
dari http://www.carl-
abrc.ca/projects/kdstudy/public_html/results.html
Durham, A.L.
(2004). Brigham Young University Law Review, vol. 2004, iss.1,
69 hlm.
Houghton,
J.W., Steele, C., dan Henty, M. (2003).
Changing research practices in the
digital
information and communication environment.
Ditelusuri dari
http://www.dest.gov.au/sectors/research_sector/publications_resources/other_publication
s/changing_research_practices.html
pada tanggal 1 April 2006.
Nentwich, M. (2001). (Re-) de-commodification in academic
knowledge
distribution?
Paper for the 5 th ESA Conference, SSTNET session 4 on
“Commodification
of Knowledge”, 28/8-1/9 2001, Helsinki University.
Sahu, D.K.,
Gogtay, N.J., and Bavdekar, S.B. (2005).
Effect of open access on citation
rates for a
small biomedical journal. Paper
presented in the Fifth International
Congress on
Peer Review and Biomedical Publication, 16-18 September 2005, Chicago,
USA. Ditelusuri dari http://openmed.nic.in/1174/
pada tanggal 1 April 2006.
Wikipedia. Ditelusuri dari
http://en.wikipedia.org/wiki/Copyleft pada tangal 21 Desember 2004.
Wikipedia. Ditelusuri dari http://en.wikipedia.org/wiki/Copyleft pada
tangal 21 Desember 2004.
Nama Kelompok:
1.
Dini Iriani (22212195)
2.
Kasanti Oktaviani (24212039)
3.
Richky Aprisia (26212280)
4.
Rofifah Pratiwi (26212666)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar