Tulisan 3 Manajemen Laba
Kasanti Oktaviani
24212039
4EB12
MANAJEMEN LABA
Pengertian
Manajemen Laba
Copeland
(1968 :10) dalam Utami (2005) mendefinisikan manajemen laba sebagai, “some
ability to increase or decrease reported net income at will”. Ini berarti bahwa
manajemen laba mencakup usaha manajemen untuk memaksimumkan atau meminimumkan
laba, termasuk perataan laba sesuai dengan keinginan manajer. Scott (2000)
dalam Rahmawati dkk. (2006) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi
dua.
Pertama,
melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan
utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang, dan political
costs (opportunistic earnings management).
Kedua,
dengan memandang manajemen laba dari perspektif efficient contracting
(efficient earnings management), dimana manajemen laba memberi manajer suatu
fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi
kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat
dalam kontrak. Dengan demikian, manajer dapat mempengaruhi nilai pasar
perusahaannya melalui manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba
(income smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang waktu.
Pengertian
Manajemen Laba menurut ahli
1.
Pengertian manajemen laba menurut
Schipper (1989) dalam Rahmawati dkk. (2006) yang menyatakan bahwa manajemen
laba merupakan suatu intervensi dengan tujuan tertentu dalam proses pelaporan keuangan
eksternal, untuk memperoleh beberapa keuntungan privat (sebagai lawan untuk
memudahkan operasi yang netral dari proses tersebut).
2.
Pengertian manajemen laba menurut Assih
dan Gudono (2000) manajemen laba adalah suatu proses yang dilakukan dengan
sengaja dalam batasan General Addopted Accounting Principles (GAAP) untuk
mengarah pada tingkatan laba yang dilaporkan.
3.
Pengertian manajemen laba menurut
Fischer dan Rozenzwig (1995) manajemen laba adalah tindakan manajer yang
menaikkan (menurunkan) laba yang dilaporkan dari unit yang menjadi tanggung
jawabnya yang tidak mempunyai hubungan dengan kenaikan atau penurunan
profitabilitas perusahaan dalam jangka panjang.
4.
Pengertian manajemen laba menurut Healy
dan Wallen (1999) manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan judgement
dalam laporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk mengubah laporan
keuangan, sehingga menyesatkan stakeholders tentang kinerja ekonomi perusahaan
atau untuk mempengaruhi hasil yang berhubungan dengan kontrak yang tergantung
pada angka akuntansi.
Manajemen laba adalah campur tangan dalam proses
pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri.
Manajemen laba adalah salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas
laporan keuangan, manajemen laba menambah bias dalam laporan keuangan dan dapat
mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa
tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa (Setiawati dan Na’im, 2000 dalam
Rahmawati dkk, 2006).
Manajemen laba merupakan area yang kontroversial dan
penting dalam akuntansi keuangan. Manajemen laba tidak selalu
diartikan sebagai suatu upaya negatif yang merugikan karena tidak selamanya
manajemen laba berorientasi pada manipulasi laba. Manajemen laba tidak selalu
dikaitkan dengan upaya untuk memanipulasi data atau informasi akuntansi, tetapi
lebih condong dikaitkan dengan pemilihan metode akuntansi yang
secara sengaja dipilih oleh manajemen untuk tujuan tertentu dalam batasan GAAP.
Pihak-pihak yang kontra terhadap manajemen laba, menganggap bahwa manajemen
laba merupakan pengurangan dalam keandalan informasi yang cukup akurat mengenai
laba untuk mengevaluasi return dan resiko portofolionya (Ashari dkk, 1994 dalam
Assih, 2004).
Faktor-faktor Pendorong Manajemen
Laba
Dalam Positif Accounting Theory terdapat tiga
faktor pendorong yang melatarbelakangi terjadinya manajemen laba (Watt dan
Zimmerman, 1986), yaitu:
1.
Bonus Plan Hypothesis
Manajemen
akan memilih metode akuntansi yang memaksimalkan utilitasnya yaitu bonus
yang tinggi. Manajer perusahaan yang memberikan bonus besar berdasarkan laba
lebih banyak menggunakan metode akuntansi yang meningkatkan laba yang
dilaporkan.
2.
Debt Covenant Hypothesis
Manajer
perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian kredit cenderung memilih metode akuntansi
yang memiliki dampak meningkatkan laba (Sweeney, 1994 dalam Rahmawati dkk,
(2006). Hal ini untuk menjaga reputasi mereka dalam pandangan pihak eksternal.
3.
Political Cost Hypothesis
Semakin
besar perusahaan, semakin besar pula kemungkinan perusahaan tersebut memilih
metode akuntansi yang menurunkan laba. Hal tersebut dikarenakan dengan laba
yang tinggi pemerintah akan segera mengambil tindakan, misalnya: mengenakan
peraturan antitrust, menaikkan pajak pendapatan perusahaan, dan
lain-lain.
Sasaran Manajemen Laba
Menurut Ayres (1994:27-29) terdapat unsur-unsur
laporan keuangan yang dapat dijadikan sasaran untuk dilakukan manajemen laba
yaitu :
1. Kebijakan Akuntansi.
Keputusan manajer untuk menerapkan
suatu kebijakan akuntansi yang wajib diterapkan oleh suatu perusahaan, yaitu
antara menerapkan akuntansi lebih awal dari waktu yang ditetapkan atau
menundanya sampai saat berlakunya kebijakan tersebut.
2. Pendapatan
Dengan mempercepat atau menunda
pengakuan akan pendapatan.
Menganggap sebagai beban/ biaya atau menganggap
sebagai suatu tambahan investasi atas suatu biaya (amortize or capitalize of investment).
Alasan Dilakukan Manajemen Laba
Alasan dilakukan manajemen laba karena:
- Manajemen laba dapat meningkatkan kepercayaan pemegang saham terhadap manajer. Manajemen laba berhubungan erat dengan tingkat perolehan laba atau prestasi usaha suatu organisasi, hal ini karena tingkat keuntungan atau laba dikaitkan dengan prestasi manajemen dan juga besar kecilnya bonus yang akan diterima oleh manajer.
- Manajemen laba dapat memperbaiki hubungan dengan pihak kreditor. Perusahaan yang terancam default yaitu tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran utang pada waktunya, perusahaan berusaha menghindarinyadengan membuat kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan maupun laba. Dengan demikian akan memberi posisi bargaining yang relatif baik dalam negoisasi atau penjadwalan ulang utang antara pihak kreditor dengan perusahaan.
- Manajemen laba dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya
Motivasi
Manajemen Laba
Beberapa
motivasi terjadinya manajemen laba yaitu:
1.
Motivasi
Program Bonus (Bonus Plan Motivations)
Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih
perusahaan akan bertindak secara opportunistic untuk melakukan
manajemen laba dengan memaksimalkan laba saat ini.
2.
Motivasi
politik (Political Motivations)
Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada perusahaan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan yang lebih ketat.
3.
Motivasi
Perpajakan (Taxation Motivations)
Motivasi penghematan pajak menjadi
motivasi manajemen laba yang paling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan
dengan tujuan penghematan pajak pendapatan.
4.
Motivasi
perubahan CEO (Changes of CEO Motivations)
CEO (Chief Executive Officer)
yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan pendapatan untuk menaikkan
bonus mereka, dan jika kinerja perusahaan buruk, mereka akan memaksimalkan
pendapatan agar tidak diberhentikan.
5.
Initial Public Offering(IPO)
Perusahaan yang akan go public belum
memiliki nilai pasar, dan menyebabkan manajer perusahaan yang akan go
public melakukan manajemen laba dalam prospektus mereka dengan harapan
dapat menaikkan harga saham perusahaan.
6.
Motivasi
perjanjian utang (Debt Covenants Motivations)
Perjanjian utang timbul karena
adanya kontrak jangka panjang yang dilakukan oleh manajemen laba. pelanggaran
terhadap hal tersebut akan mengakibatkan biaya yang tinggi terhadap perusahaan,
oleh karena itu manajer berusaha untuk menghindari terjadinya pelanggaran
terhadap covenant.
Healy dan
Wahlen (1999) membagi motivasi earnings management menjadi
tiga, yaitu:
- Capital Market
Penggunaan secara luas informasi akuntansi oleh
investor dan analis keuangan untuk membantu menilai saham dapat menciptakan
insentif bagi manajemen untuk memanipulasi laba dalam usaha mempengaruhi harga
saham.
2. Constructing Motivations
Healy dan Wahlen (1999) dalam Qomariyah (2006)
membaginya menjadi dua, yaitu: lending constract dan management
compensation constract. Esensi penjelasan Healy dan Wahlen (1999) sama
dengan uraian Scott (2000) di atas, dimana penjelasan lending constract
motivatons sama dengan other constractual motivations dan management
compensations, constract motivationssama dengan bonus
scheme motivations.
- Regulatory Motivations
Terdapat
tiga bentuk dalam motivasi ini, yaitu:
- Industry Regulations Motivations
Industri-industri diatur dengan derajat pengaturan
berbeda di masing-masing industri, beberapa diantaranya seperti industri
perbankan dan asuransi menghadapi pemantauan yang lebih ketat oleh pihak
regulator termasuk data-data akuntansi. Peraturan perbankan mengharuskan bank
mencapai Cumulative Abnormal Return (CAR) tertentu, sedangkan
peraturan asuransi menghasilkan perusahaan asuransi memenuhi syarat-syarat
kesehatan keuangan minimum. Peraturan seperti ini menciptakan insentif bagi
manajemen untuk mengatur laporan keuangan dan neraca sesuai dengan kepentingan
pihak regulator.
- Anti-trust and Other Regulations
Perusahaan yang berbeda di dalam penyelidikan
pelanggaran anti-trust atau menghadapi konsekuensi politik
yang tidak menguntungkan memiliki insentif untuk mengatur labanya agar tampak
kurang menguntungkan. Manajemen yang memiliki subsidi dan proteksi pemerintah
juga memilki insentif yang sama.
- Tax Planning Purposes
Healy dan Wahlen (1999) tidak menjelaskan bagian ini,
karena menurutnya earnings management untuk tujuan perencanaan pajak merupakan
bagian tugas (dominant) otorisasi pajak yang memiliki insentif yang
sama.
Teknik
Manajemen Laba
Ada tiga
cara yang dapat digunakan untuk melakukan manajemen laba pada laporan keuangan
yaitu:
- Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi
Cara ini merupakan cara manajer untuk mempengaruhi
laba melalui judgement terhadap estimasi akuntansi antara lain: estimasi
tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau
amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain.
- Mengubah metode akuntansi
Perubahan metoda akuntansi yang digunakan untuk
mencatat suatu transaksi, contoh: mengubah metoda depresiasi aktiva tetap, dari
metoda depresiasi angka tahun ke metoda depresiasi garis lurus.
- Menggeser perioda biaya atau pendapatan
Beberapa orang menyebutkan rekayasa jenis ini sebagai
manipulasi keputusan operasional. Contoh: rekayasa perioda biaya atau
pendapatan antara lain: mempercepat atau menundapengeluaran untuk penelitian
sampai perioda akuntansi berikutnya, mempercepat atau menunda pengeluaran
promosi sampai perioda akuntansi berikutnya, mengatur saat penjualan aktiva
tetap yang sudah tidak dipakai, dan lain-lain.
Model-model
Manajemen Laba
Ada beberapa
bentuk manajemen laba yaitu:
- Taking a bath
Dalam bentuk jika manajemen harus melaporkan kerugian,
maka manajemen akan melaporkan dalam jumlah besar. Dengan tindakan ini
manajemen berharap dapat meningkatkan laba yang akan datang dan kesalahan
kerugian piutang perusahaan dapat dilimpahkan ke manajemen lama, jika terjadi
pergantian manajer.
- Income Minimization (menurunkan laba)
Dalam bentuk ini manajer akan menurunkan laba untuk
tujuan tertentu, misalnya: untuk tujuan penghematan kewajiban pajak yang harus
dibayar perusahaan kepada pemerintah. Karena semakin rendah laba yang
dilaporkan perusahaan semakin rendah pula pajak yang harus dibayarkan.
- Income Maximization (meningkatkan laba)
Dalam bentuk ini manajer akan berusaha menaikkan laba
untuk tujuan tertentu, misalnya: menjelang IPO manajer akan meningkatkan laba
dengan harapan mendapatkan reaksi yang positif dari pasar.
- Income Smoothing (perataan laba)
Income smoothing dilakukan dengan meratakan laba
yang dilaporkan, dengan tujuan pelaporan eksternal, terutama bagi investor,
karena umumnya investor menyukai laba yang relatif stabil.
Manajemen
laba mempunyai dampak pada kebermanfaatan informasi laba dalam pengambilan
keputusan. Perusahaan yang menggunakan kebijakan akuntansi agresif (positive
discretionary accruals) mempunyai biaya modal lebih tinggi dibandingkan dengan
perusahaan yang menerapkan kebijakan akuntansi konservatif (negative
discretionary accruals).
Manajemen
laba dapat sinkron dengan kebermanfaatan informasi laba dalam pengambilan
keputusan tetapi dapat juga tidak. Oleh sebab itu, diperlukan berbagai
alternatif solusi atas masalah yang timbul akibat manajemen laba yang dapat
tidak sesuai dengan kebermanfaatan laba dalam pengambilan keputusan, dan solusi
tersebut tidak menimbulkan masalah baru.
Salah satu
alternatif adalah pemberlakuan standar akuntansi yang lebih ketat tetapi masih
memberi peluang bagi manajemen dalam melakukan pemilihan kebijakan akuntansi
dalam batas wajar untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, misalnya untuk
mengkomunikasikan informasi privat yang dapat meningkatkan keinformasian laba,
atau untuk tujuan efficient contracting berbasis laba. Standar akuntansi yang
lebih ketat dapat meningkatkan kualitas laba, tetapi perlu diperhatikan bahwa
standar akuntansi yang lebih atau terlalu ketat dapat meningkatkan manajemen
laba total (manajemen laba akuntansi dan manajemen laba real) serta
meningkatkan biaya manajemen laba.
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar