BAB 8
MACAM-MACAM KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM EKONOMI INDONESIA
1.
KEBIJAKSANAAN
PEREKONOMIAN INDONESIA SELAMA PERIODE:
A.
Periode 1966 – 1969
Kebijaksanaan perekonomian Indonesia selama periode 1966 – 1969 ini adalah pembersihan
proses-proses kebijakan orde lama yang tidak efisien dan efektif terutama
dari
faham-faham komunisme.
Titik berat
pada periode 1966-1969:
1. Penurunan
tingkat inflasi
2. Proses
produksi yang tidak efektif dan efisien
3. Penggunaan
pendapatan yang lebih efektif dan efisien untuk menunjang proses pembangunan
Kebijakan
perekonomian Indonesia selama periode 1966 –
1969
Rencana
pembangunan nasional semesta berencana (PNSB) 1961-1969 ini disusun
berlandasarkann “Manfesto Politik 1960” untuk meningkatkan kemakmuran rakyat
dengan azas ekonomi terpimpin.
Faktor yang menghambat atau kelemahannya antara lain:
Faktor yang menghambat atau kelemahannya antara lain:
1. Rencana ini tidak mengikuti kaidah-kaidah ekonomi yang lazim. Defisit
anggaran yang terus meningkat yang mengakibatkan hyper inflasi.
2. Kondisi ekonomi dan politik saat itu: dari dunia luar (Barat) Indonesia
sudah terkucilkan karena sikapnya yang konfrontatif.
3. Sementara di dalam negeri pemerintah selalu mendapat rongrongan dari
golongan kekuatan politik “kontra-revolusi” (Muhammad Sadli, Kompas, 27 Juni
1966, Penyunting Redaksi Ekonomi Harian Kompas, 1982).
Beberapa
kebijaksanaan ekonomi – keuangan:
1. Dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 1/M/61 tanggal 6 Januari 1961: Bank
Indonesia dilarang menerbitkan laporan keuangan/ statistik keuangan, termasuk
analisis dan perkembangan perekonomian Indonesia.
2. Pada tanggal 28 Maret 1963 Presiden Soekarno memproklamirkan berlakunya
Deklarasi Ekonomi dan pada tanggal 22 Mei 1963 pemerintah menetapkan berbagai peraturan
negara di bidang perdagangan dan kepegawaian.
3. Pokok perhatian diberikan pada aspek perbankan, namun nampaknya perhatian
ini diberikan dalam rangka penguasaan wewenang mengelola moneter di tangan
penguasa. Hal ini nampak dengan adanya dualisme dalam mengelola moneter.
(Suroso, 1994).
B.
Periode Pelita
I (1 April 1969 – 31 Maret 1974)
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan
awal pembangunan Orde Baru.
Tujuan Pelita
I
Untuk
meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya.
Sasaran Pelita
I
Pangan,
sandang, perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja,
dan kesejahteraan rohani.
Titik Berat
Pelita I
Pembangunan
bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi
melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk
Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Menurut peraturan pemerintah no.16 tahun 1970 kebijakan pemerintah tentang perekonomian membicarakan tentang penyempurnaan tata niaga ekspor dan impor. Peraturan pemerintah pada bulan agustus 1971 membahas tentang devaluasi rupiah terhadap dollar amerika dengan memfokuskan pada beberapa sasaran, yakni kestabilan harga pokok, peningkatan nilai ekspor, kelancaran impor, penyebaran barang di dalam negeri.
Rencana pembangunan lima tahun yang pertama ini menitikberatkan pada sektor pertanian serta industri yang (langsung) mendukung sektor pertanian (misalnya pabrik pupuk dan alat alat pertanian).
Menurut peraturan pemerintah no.16 tahun 1970 kebijakan pemerintah tentang perekonomian membicarakan tentang penyempurnaan tata niaga ekspor dan impor. Peraturan pemerintah pada bulan agustus 1971 membahas tentang devaluasi rupiah terhadap dollar amerika dengan memfokuskan pada beberapa sasaran, yakni kestabilan harga pokok, peningkatan nilai ekspor, kelancaran impor, penyebaran barang di dalam negeri.
Rencana pembangunan lima tahun yang pertama ini menitikberatkan pada sektor pertanian serta industri yang (langsung) mendukung sektor pertanian (misalnya pabrik pupuk dan alat alat pertanian).
C.
Periode Pelita II (1
April 1974 – 31 Maret 1979)
Menitikberatkan pada sektor pertanian, dengan meningkatkan industri yang
mengelola bahan mentah menjadi bahan baku (misal: karet, minyak, kayu, timah).
Sasaran yang hendak di capai pada masa ini adalah pangan, sandang, perumahan,
sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas lapangan kerja.
Fokus pembangunan ini di fokuskan pada pengkreditan untuk mendorong eksportir
kecil dan menengah serta mendorong pengusaha kecil atau ekonomi menengah dengan
kredit investasi kecil (KIK).
Adapun kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah dalam pelita II ini adalah dengan melakukan penghapusan pajak ekspor untuk mempertahankan daya saing di pasar dunia. Penggalakan PMA dan PMDN untuk mendorong investasi dalam negeri, yang menghasilakn cadangan devisa naik dari $ 1,8 milyar menjadi $ 2,58 milyar dan naiknya tabungan pemerintah dari Rp 255 milyar menjadi Rp 1.522 milyar pada periode pelita II tersebut. Sedangkan kebijakan moneter yang dilakukan pemerintah adalah meningkatkan hasil produksi nasional dan daya saing komoditi ekspor karena tingkat rata-rat inflasi 34%, resesi dan krisis dunia tahun 1979, serta penurunan bea masuk impor komoditi bahan dan peningkatan bea masuk komoditi impor lainnya.
Namun dengan adanya pelita II berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata penduduk 7% setahun. Perbaikan dalam hal irigasi. Di bidang industri juga terjadi kenaikna produksi. Lalu banyak jalan dan jembatan yang di rehabilitasi dan di bangun.
Adapun kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah dalam pelita II ini adalah dengan melakukan penghapusan pajak ekspor untuk mempertahankan daya saing di pasar dunia. Penggalakan PMA dan PMDN untuk mendorong investasi dalam negeri, yang menghasilakn cadangan devisa naik dari $ 1,8 milyar menjadi $ 2,58 milyar dan naiknya tabungan pemerintah dari Rp 255 milyar menjadi Rp 1.522 milyar pada periode pelita II tersebut. Sedangkan kebijakan moneter yang dilakukan pemerintah adalah meningkatkan hasil produksi nasional dan daya saing komoditi ekspor karena tingkat rata-rat inflasi 34%, resesi dan krisis dunia tahun 1979, serta penurunan bea masuk impor komoditi bahan dan peningkatan bea masuk komoditi impor lainnya.
Namun dengan adanya pelita II berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata penduduk 7% setahun. Perbaikan dalam hal irigasi. Di bidang industri juga terjadi kenaikna produksi. Lalu banyak jalan dan jembatan yang di rehabilitasi dan di bangun.
D. Periode Pelita III (1 April 1979 – 31 Maret 1984)
Pelita III lebih menekankan pada Trilogi Pembangunan yang bertujuan
terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala bidang. Pelita
III ini menitikberatkan pada sektor pertanian menuju swasembada pangan, serta
menignkatkan industri yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi. Pedoman
pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur
Pemerataan. Inti dari kedua
pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam
suasana politik dan ekonomi yang stabil.
Isi Trilogi Pembagunan adalah sebagai berikut:
Isi Trilogi Pembagunan adalah sebagai berikut:
1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada
terciptanya keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.
Pertumbuhan ekonomi
yang cukup tinggi.
3.
Stabilitas nasional
yang sehat dan dinamis.
E. Periode
Pelita IV (1 April 1984 – 31 Maret 1989)
Menitikberatkan pada sektor pertanian untuk melanjutkan usaha menuju swasembada pangan, serta meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri, baik industri berat maupun industri ringan. Hasil yang dicapai pada Pelita IV antara lain swasembada pangan. Pada tahun 1984 Indonesia berhasil memproduksi beras sebanyak 25,8 ton. Hasil-nya Indonesia berhasil swasembada beras. kesuksesan ini mendapatkan penghargaan dari FAO(Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) pada tahun 1985. hal ini merupakan prestasi besar bagi Indonesia. Selain swasembada pangan, pada Pelita IV juga dilakukan Program KB dan Rumah untuk keluarga.
Adapun contoh dari kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam pelita IV ini adalah sebagai berikut:
Menitikberatkan pada sektor pertanian untuk melanjutkan usaha menuju swasembada pangan, serta meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri, baik industri berat maupun industri ringan. Hasil yang dicapai pada Pelita IV antara lain swasembada pangan. Pada tahun 1984 Indonesia berhasil memproduksi beras sebanyak 25,8 ton. Hasil-nya Indonesia berhasil swasembada beras. kesuksesan ini mendapatkan penghargaan dari FAO(Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) pada tahun 1985. hal ini merupakan prestasi besar bagi Indonesia. Selain swasembada pangan, pada Pelita IV juga dilakukan Program KB dan Rumah untuk keluarga.
Adapun contoh dari kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam pelita IV ini adalah sebagai berikut:
1.
Kebijakan Inpres No. 5
tahun 1985, yakni meningkatkan ekspor non migas dan pengurangan biaya tinggi
dengan :
A.
Pemberantasan pungli
B.
Mempermudah prosedur
kepabeanan
C.
Menghapus dan
memberantas biaya siluman
2.
Paket Kebijakan 6 Mei
(PAKEM): mendorong sektor swasta dibidang ekspor dan penanaman modal.
A.
Paket Devaluasi 1986 :
karena jatuhnya harga minyak dunia yang
didukung dengan kebijakan pinjaman luar negeri.
B.
Paket Kebijakan 25
Oktober 1986 : deregulasi bidang perdagangan, moneter, dan
penanaman modal dengan cara :
o Penurunan bea masuk impor untuk komoditi bahan penolong dan bahan baku
o Proteksi produksi yang lebih efisien
o Kebijakan penanaman modal
- Paket Kebijakan 15 Januari 1987, yakni peningkatan efisiensi, inovasi, dan produktivitas beberapa sektor industri (menengah ke atas) guna meningkatkan ekspor non migas, adapun langkah-langkahnya:
1.
Penyempurnaan dan
penyederhanaan ketentuan impor
2.
Pembebasan dan
keringanan bea masuk
3.
Penyempurnaan
klasifikasi barang
4.
Paket Kebijakan 24
Desember 1987 (PAKDES) adalah restrukturisasi bidang ekonomi dalam rangka memperlancar
perijinan (deregulasi).
5.
Paket 27 Oktober 1988
: kebijakan deregulasi untuk menggairahkan pasar modal dan menghimpun dana masyarakat
untuk biaya pembangunan.
6.
Paket Kebijakan 21
November 1988 (PAKNOV) yakni deregulasi dan debirokratisasi bidang perdagangan dan
hubungan laut.
7.
Paket Kebijakan 20
Desember 1988 (PAKDES), yakni kebijakan
dibidang keuangan dengan memberikan keleluasaan bagi pasar modal dan perangkatnya
untuk melakukan aktivitas yang lebih produktif, berisi mengenai deregulasi
dalam hal pendiri perusahaan asuransi.
F.
Periode Pelita V
Menitikberatkan sektor pertanian dan industri untuk menetapkan swasembada
pangan dan meningkatkan produksi hasil pertanian lainnya; dan sektor industri
khususnya industri yang menghasilkan barang ekspor, industri yang banyak
menyerap tenaga kerja, industri pengolahan hasil pertanian, serta industri yang
dapat mengahsilkan mesin mesin industri.
Pelita V adalah akhir dari pola pembangunan jangka panjang tahap pertama. Lalu dilanjutkan pembangunan jangka panjang ke dua, yaitu dengan mengadakan Pelita VI yang di harapkan akan mulai memasuki proses tinggal landas Indonesia untuk memacu pembangunan Kebijakan Moneter dengan kekuatan sendiri demi menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Pengarahan pada pengawasan, pengendalian dan upaya produktif untuk mempersiapkan proses tinggal landas menuju Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahap II, yakni kebijakan moneter dan kebijakan fiskal.
Adapun kebijakan moneter dan kebijakan fiskal di sektor dalam negeri:
Kebijakan Moneter
Sekumpulan tindakan pemerintah di dalam mengatur perekonomian melalui tingkat bunga.
Pelita V adalah akhir dari pola pembangunan jangka panjang tahap pertama. Lalu dilanjutkan pembangunan jangka panjang ke dua, yaitu dengan mengadakan Pelita VI yang di harapkan akan mulai memasuki proses tinggal landas Indonesia untuk memacu pembangunan Kebijakan Moneter dengan kekuatan sendiri demi menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Pengarahan pada pengawasan, pengendalian dan upaya produktif untuk mempersiapkan proses tinggal landas menuju Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahap II, yakni kebijakan moneter dan kebijakan fiskal.
Adapun kebijakan moneter dan kebijakan fiskal di sektor dalam negeri:
Kebijakan Moneter
Sekumpulan tindakan pemerintah di dalam mengatur perekonomian melalui tingkat bunga.
A.
Kebijakan Moneter Kuantitatif
Mengatur tingkat bunga melalui operasi pasar terbuka melaui SBI, merubah tingkat bunga diskonto, merubah presentase cadangan minimal yang harus dipenuhi oleh setiap bank umum
Mengatur tingkat bunga melalui operasi pasar terbuka melaui SBI, merubah tingkat bunga diskonto, merubah presentase cadangan minimal yang harus dipenuhi oleh setiap bank umum
B.
Kebijakan Moneter Kualitatif
Mengatur dan menghimbau pihak bank umum /lembaga keuangan lainnya baik manajemen maupun produk yang ditawarkan untukmendukung kebijakan moneter kuanitatif bank Indonesia
Mengatur dan menghimbau pihak bank umum /lembaga keuangan lainnya baik manajemen maupun produk yang ditawarkan untukmendukung kebijakan moneter kuanitatif bank Indonesia
Kebijakan Fiskal
Tindakan pemerintah dalam mengatur ekonomi melalui anggaran belanja negara.
Macam-macam kebijakan fiskal dalam ekonomi adalah:
Pajak langsung dan pajak tidak langsung
1. Pajak regresif, sebanding dan progresif
2. Penerimaan pemerintah, pengendali tingkat pengeluaran masyarakat
3. Untuk lebih memeratakan distribusi pendapatan dan kekayaan masyarakat.
Tindakan pemerintah dalam mengatur ekonomi melalui anggaran belanja negara.
Macam-macam kebijakan fiskal dalam ekonomi adalah:
Pajak langsung dan pajak tidak langsung
1. Pajak regresif, sebanding dan progresif
2. Penerimaan pemerintah, pengendali tingkat pengeluaran masyarakat
3. Untuk lebih memeratakan distribusi pendapatan dan kekayaan masyarakat.
Adapun kebijakan moneter dan kebijakan fiskal di
sektor luar negeri:
o
Kebijakan Menekan Pengeluaran
Dilakukan dengan cara mengurangi pengeluaran konsumsi.
Cara:
A. Menaikkan pajak pendapatan
B. Menaikkan tingkat bunga
C. Mengurangi pengeluaran pemerintah
Dilakukan dengan cara mengurangi pengeluaran konsumsi.
Cara:
A. Menaikkan pajak pendapatan
B. Menaikkan tingkat bunga
C. Mengurangi pengeluaran pemerintah
o Kebijakan Memindahkan Pengeluaran
Cara:
Cara:
o Memaksa
A.
Mengenakan tarif dan
atau kuota
B.
Mengawasi pemakaian
valuta asing
o Rangsangan
A.
Ekspor : mengurangi pajak
komoditi ekspor, menyederhanakan prosedur ekspor, memberantas pungli dan biaya
siluman
B.
Menstabilkan harga dan
upah di dalam negeri
C.
Melakukan devaluasi
G.
Pelita VI (1 April
1994 – 31 Maret 1999)
Kondisi
Ekonomi Indonesia Pada Akhir Masa Orde Baru
Titik beratnya masih pada pembangunan
pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian serta
pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya.
Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama pembangunan. Pada periode ini
terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu
perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
Disamping itu Suharto sejak tahun 1970-an juga menggenjot penambangan minyak dan pertambangan, sehingga pemasukan negara dari migas meningkat dari $0,6 miliar pada tahun 1973 menjadi $10,6 miliar pada tahun 1980. Puncaknya adalah penghasilan dari migas yang memiliki nilai sama dengan 80% ekspor Indonesia. Dengan kebijakan itu, Indonesia di bawah Orde Baru, bisa dihitung sebagai kasus sukses pembangunan ekonomi.
Keberhasilan Pak Harto membenahi bidang ekonomi sehingga Indonesia mampu berswasembada pangan pada tahun 1980-an diawali dengan pembenahan di bidang politik. Kebijakan perampingan partai dan penerapan azas tunggal ditempuh pemerintah Orde Baru, dilatari pengalaman masa Orde Lama ketika politik multi partai menyebabkan energi terkuras untuk bertikai. Gaya kepemimpinan tegas seperti yang dijalankan Suharto pada masa Orde Baru oleh Kwik Kian Gie diakui memang dibutuhkan untuk membenahi perekonomian Indonesia yang berantakan di akhir tahun 1960.
Namun, dengan menstabilkan politik demi pertumbuhan ekonomi, yang sempat dapat dipertahankan antara 6%-7% per tahun, semua kekuatan yang berseberangan dengan Orde Baru kemudian tidak diberi tempat.
Disamping itu Suharto sejak tahun 1970-an juga menggenjot penambangan minyak dan pertambangan, sehingga pemasukan negara dari migas meningkat dari $0,6 miliar pada tahun 1973 menjadi $10,6 miliar pada tahun 1980. Puncaknya adalah penghasilan dari migas yang memiliki nilai sama dengan 80% ekspor Indonesia. Dengan kebijakan itu, Indonesia di bawah Orde Baru, bisa dihitung sebagai kasus sukses pembangunan ekonomi.
Keberhasilan Pak Harto membenahi bidang ekonomi sehingga Indonesia mampu berswasembada pangan pada tahun 1980-an diawali dengan pembenahan di bidang politik. Kebijakan perampingan partai dan penerapan azas tunggal ditempuh pemerintah Orde Baru, dilatari pengalaman masa Orde Lama ketika politik multi partai menyebabkan energi terkuras untuk bertikai. Gaya kepemimpinan tegas seperti yang dijalankan Suharto pada masa Orde Baru oleh Kwik Kian Gie diakui memang dibutuhkan untuk membenahi perekonomian Indonesia yang berantakan di akhir tahun 1960.
Namun, dengan menstabilkan politik demi pertumbuhan ekonomi, yang sempat dapat dipertahankan antara 6%-7% per tahun, semua kekuatan yang berseberangan dengan Orde Baru kemudian tidak diberi tempat.
Kondisi
Ekonomi Indonesia Pada Akhir Masa Orde Baru
Pelita VI (1 April 1994 – 31 Maret 1999)
Pada masa ini pemerintah lebih menitikberatkan pada sektor bidang ekonomi. Pembangunan ekonomi ini berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya.
Namun Pelita VI yang diharapkan menjadi proses lepas landas Indonesia ke yang lebih baik lagi, malah menjadi gagal landas dan kapal pun rusak.
Indonesia dilanda krisis ekonomi yang sulit di atasi pada akhir tahun 1997. Semula berawal dari krisis moneter lalu berlanjut menjadi krisis ekonomi dan akhirnya menjadi krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Pelita VI pun kandas di tengah jalan.
Kondisi ekonomi yang kian terpuruk ditambah dengan KKN yang merajalela, Pembagunan yang dilakukan, hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan masyarakat. Karena pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata. Meskipun perekonomian Indonesia meningkat, tapi secara fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh.. Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam. Perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan, antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam.. Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial). Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
Pembagunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor inilah yang selantunya ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional Indonesia menjelang akhir tahun 1997.membuat perekonomian Indonesia gagal menunjukan taringnya.
Namun pembangunan ekonomi pada masa Orde Baru merupakan pondasi bagi pembangunan ekonomi selanjutnya.
Pada masa ini pemerintah lebih menitikberatkan pada sektor bidang ekonomi. Pembangunan ekonomi ini berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya.
Namun Pelita VI yang diharapkan menjadi proses lepas landas Indonesia ke yang lebih baik lagi, malah menjadi gagal landas dan kapal pun rusak.
Indonesia dilanda krisis ekonomi yang sulit di atasi pada akhir tahun 1997. Semula berawal dari krisis moneter lalu berlanjut menjadi krisis ekonomi dan akhirnya menjadi krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Pelita VI pun kandas di tengah jalan.
Kondisi ekonomi yang kian terpuruk ditambah dengan KKN yang merajalela, Pembagunan yang dilakukan, hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan masyarakat. Karena pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata. Meskipun perekonomian Indonesia meningkat, tapi secara fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh.. Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam. Perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan, antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam.. Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial). Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
Pembagunan tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor inilah yang selantunya ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional Indonesia menjelang akhir tahun 1997.membuat perekonomian Indonesia gagal menunjukan taringnya.
Namun pembangunan ekonomi pada masa Orde Baru merupakan pondasi bagi pembangunan ekonomi selanjutnya.
2.
KEBIJAKSANAAN MONETER
o Kebijakan
moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai
keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga,
pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca
pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi
ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta
neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam
kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk
memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan
dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.
o Kebijakan
moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi
secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk
mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur
keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat
terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam
pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter dilakukan antara lain dengan salah
satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku bunga, giro
wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi
bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.
3. KEBIJAKSANAAN
FISKAL
Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk
mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa
pajak) pemerintah. Kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan moneter, yang bertujuan men-stabilkan perekonomian
dengan cara mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang
yang beredar. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak.
Perubahan tingkat dan komposisi pajak dan pengeluaran pemerintah dapat
memengaruhi variabel-variabel berikut:
o
Permintaan
agregat dan tingkat aktivitas ekonomi
o
Pola persebaran sumber daya
o
Distribusi pendapatan
4.
KEBIJAKAN
FISKAL DAN MONETER DI SEKTOR LUAR NEGRI
Kebijakan ekonomi yang mengarahkan kondisi perekonomian agar menjadi lebih
baik dengan cara mengubah penerimaan dan lebih menekankan pengeluaran
pemerintah. Seperti kebijakan fiskal.
Kebijakan fiskal akan berdampak pada perekonomian lewat pengeluaran negara, maupun penerimaan negara itu sendiri. Selain pengaruh dari anggaran defisitnya, yaitu selisih dari penerimaan dan pengeluaran negara, Bentuk kegiatan yang dibiayai oleh pengeluaran negara serta jenis sumber penerimaan negara ternyata berpengaruh juga terhadap perekonomian suatu negara.
Di dalam perhitungan surplus anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), jenis-jenis penerimaan yang dapat dikatakan sebagai penerimaan negara, dan jenis-jenis pengeluaran yang dapat dikatakan sebagai pengeluaran negara. Dan yang dimaksud dengan penerimaan negara adalah pajak-pajak dan berbagai pungutan yang dipungut pemerintah dari perekonomian dalam negeri, yang menyebabkan kontraksi dalam perekonomian. Dari hasil perhitungaan tersebut akan diperoleh besarnya surplus APBN dan digunakan untuk membayar hutang pemerintah.
Kebijakan ekonomi yang mengatur jumlah uang beredar agar terjadinya kestabilan harga dan inflasi dan peningkatan output keseimbangan. Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Dan kebijakan moneter di tunjukkan agar jumlah likuiditasnya dalam jumlah yang tepat sehingga transaksi perdagangan pun menjadi lancar tanpa menyebabkan timbulnya tekanan inflasi.
Kebijakan fiskal akan berdampak pada perekonomian lewat pengeluaran negara, maupun penerimaan negara itu sendiri. Selain pengaruh dari anggaran defisitnya, yaitu selisih dari penerimaan dan pengeluaran negara, Bentuk kegiatan yang dibiayai oleh pengeluaran negara serta jenis sumber penerimaan negara ternyata berpengaruh juga terhadap perekonomian suatu negara.
Di dalam perhitungan surplus anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), jenis-jenis penerimaan yang dapat dikatakan sebagai penerimaan negara, dan jenis-jenis pengeluaran yang dapat dikatakan sebagai pengeluaran negara. Dan yang dimaksud dengan penerimaan negara adalah pajak-pajak dan berbagai pungutan yang dipungut pemerintah dari perekonomian dalam negeri, yang menyebabkan kontraksi dalam perekonomian. Dari hasil perhitungaan tersebut akan diperoleh besarnya surplus APBN dan digunakan untuk membayar hutang pemerintah.
Kebijakan ekonomi yang mengatur jumlah uang beredar agar terjadinya kestabilan harga dan inflasi dan peningkatan output keseimbangan. Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Dan kebijakan moneter di tunjukkan agar jumlah likuiditasnya dalam jumlah yang tepat sehingga transaksi perdagangan pun menjadi lancar tanpa menyebabkan timbulnya tekanan inflasi.
REFERENSI:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar